Agak miris lihat kondisi saat ini. Institusi pendidikan tidak ubahnya seperi
pencetak mesin ijazah. Agar laku, sebagian memberikan iming-iming : lulus cepat,
status disetarakan, dapat ijazah, absen longgar, dsb. Apa yang bisa diharapkan
dari pendidikan kering idealisme seperti itu. Ki hajar dewantoro mungkin bakal
menangis lihat kondisi pendidikan saat ini. Bukan lagi bertujuan mencerdaskan
kehidupan bangsa (seperti yang masih tertulis di UUD 43, bah!), tapi lebih
mirip mesin usang yang mengeluarkan produk yang sulit diandalkan kualitasnya.
Pendidikan lebih diarahkan pada menyiapkan tenaga kerja "buruh" saat
ini. Bukan lagi pemikir-pemikir handal yang siap menganalisa kondisi. Karena
pola pikir "buruh" lah, segala macam hapalan dijejalkan kepada anak
murid. Dan semuanya hanya demi satu kata : IJAZAH! ya, ijazah, ijazah, ijazah
yang diperlukan untuk mencari pekerjaan. Sangat minim idealisme untuk mengubah
kondisi bangsa yang morat-marit ini, sangat minim untuk mengajarkan filosofi
kehidupan, dan sangat minim pula dalam mengajarkan moral.
Apa sebaiknya hakikat pendidikan? saya setuju dengan kata mencerdaskan
kehidupan bangsa. Tapi, ini masih harus diterjemahkan lagi dalam tataran
strategis/taktis. kata mencerdsakan kehidupan bangsa mempunyai 3 komponen arti
yang sangat penting : (1) cerdas (2) hidup (3) bangsa.
(1) tentang cerdas
Cerdas itu berarti memiliki ilmu yang dapat digunakan untuk menyelesaikan
persoalan real. Cerdas bukan berarti hapal seluruh mata pelajaran, tapi
kemudian terbengong-bengong saat harus menciptakan solusi bagi kehidupan nyata.
Cerdas bermakna kreatif dan inovatif. Cerdas berarti siap mengaplikasikan
ilmunya.
(2) tentang hidup
Hidup itu adalah rahmat yang diberikan oleh Allah sekaligus ujian dari-Nya.
Hidup itu memiliki filosofi untuk menghargai kehidupan dan melakukan hal-hal
yang terbaik untuk kehidupan itu sendiri. Hidup itu berarti merenungi bahwa
suatu hari kita akan mati, dan segala amalan kita akan dipertanggungjawabkan
kepada-Nya. Patut dijadikan catatan, bahwa jasad yang hidup belum tentu
memiliki ruh yang hidup. Bisa jadi, seseorang masih hidup tapi nurani
kehidupannya sudah mati saat dengan snatainya dia menganiaya orang lain,
melakukan tindak korupsi, bahkan saat dia membuang sampah sembarangan. Filosofi
hidup ini sangat sarat akan makna individualisme yang artinya mengangkat
kehidupan seseorang, memanusiakan seorang manusia, memberikannya makanan
kehidupan berupa semangat, nilai moral dan tujuan hidup.
(3) tentang bangsa
Manusia selain sesosok individu, dia juga adalah makhluk sosial. Dia adalah
komponen penting dari suatu organisme masyarakat. Sosok individu yang agung,
tapi tidak mau menyumbangkan apa-apa apa-apa bagi masyarakatnya, bukanlah yang
diajarkan agama maupun pendidikan. Setiap individu punya kewajiban untuk
menyebarkan pengetahuannya kepada masyarakat, berusaha meningkatkan derajat
kemuliaan masyarakat sekitarnya, dan juga berperan aktif dalam dinamika
masyarakat. Siapakah masyarakat yang dimaksud disini? Saya setuju bahwa
masyarakat yang dimaksud adalah identitas bangsa yang menjadi ciri suatu
masyarakat. Era globalisasi memang mengaburkan nilai-nilai kebangsaan, karena
segala sesuatunya terasa dekat. Saat terjadi perang Irak misalnya, seakan-akan
kita bisa melihat Irak di dalam rumah. Tapi masalahnya, apakah kita mampu
berperan aktif secara nyata untuk Irak (selain dengan doa ataupun aksi)? Peran
aktif kita dituntut untuk masyarakat sekitar...dan siapakah masyarakat sekitar?
tidak lain adalah individu sebangsa.